BPPT Ciptakan Hujan Buatan
di 17 Wilayah
| Rabu, 2
September 2009 | 07:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk menghadapi dampak kekeringan akibat gejala El
Nino tahun ini, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menciptakan hujan
buatan di 17 wilayah yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Jawa.
Sebanyak tiga pesawat terbang jenis Cassa 100 dioperasikan untuk pelayanan
teknologi modifikasi cuaca sebesar Rp 110 juta per hari ini.
”Hari ini sudah dimulai untuk wilayah Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Barat dengan tujuan memadamkan kebakaran lahan dan hutan.
Di wilayah itu sekarang ada sekitar 100 titik panas yang terpantau satelit,”
kata Heru Widodo dari Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) di Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (31/8).
Menurut Heru, wilayah Kalimantan disusul Sumatera,
terutama kawasan Riau, merupakan wilayah prioritas untuk menciptakan hujan
buatan. Tujuannya untuk memadamkan titik-titik panas yang muncul kembali
akhir-akhir ini.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG), pada awal pekan ini hujan di beberapa wilayah Indonesia
berkurang karena masa Osilasi Madden-Julian (MJO), yang menimbulkan hujan,
sudah lewat. Selama dua pekan sebelumnya dampak MJO mendatangkan hujan,
terutama di wilayah Kalimantan dan Sumatera, memadamkan titik-titik panas yang
ada.
Osilasi MJO ini memiliki periode berulang 40-50 hari
khusus di kawasan Samudra Hindia. Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas
Udara BMKG Edvin Aldrian mengatakan, fenomena MJO akan menghilang ketika El
Nino menguat. Pada November 2009 dan Januari 2010, El Nino diprediksikan menguat,
dan awal musim hujan 2009-2010 diperkirakan akan mundur.
Pompa tenaga surya
Secara terpisah, Deputi Peningkatan Infrastruktur pada
Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Agus Dasuki
mengatakan, untuk mengatasi kekeringan di beberapa wilayah, pada tahun 2009
ditargetkan akan ada pemasangan pompa tenaga surya. Dua lokasi dari 11 lokasi
pemasangan adalah Kulon Progo (Yogyakarta) dan Wonogiri (Jawa Tengah).
Lokasi-lokasi lainnya berada di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, kemudian
di beberapa wilayah Sulawesi.
”Pemasangan pompa tenaga surya ini hanya sedikit,
hanya bersifat stimulan supaya dapat diikuti pemerintah daerah ataupun
pihak-pihak lainnya untuk mengatasi kelangkaan air pada musim kemarau,” kata
Agus.
Alokasi anggaran untuk sistem pompa tenaga surya
beserta sistem distribusinya, menurut Agus, menelan biaya sampai Rp 1 miliar.
Pompa tenaga surya diharapkan bisa untuk menaikkan air dari kedalaman tanah
maksimal 90 meter dan menyuplai air bersih 20-60 meter kubik per hari.
Selain pompa tenaga surya yang menggunakan teknologi
pengeboran tanah dan pemompaan air tersebut, menurut Agus, institusinya juga
menerapkan teknologi pengolahan air sungai. Kemudian dengan pompa pula, air itu
didistribusikan kepada masyarakat.
”Program pengolahan air sungai menjadi air bersih
hanya dilaksanakan di Sorong, Papua Barat. Ini juga sebagai stimulan bagi
wilayah lainnya untuk mengatasi kelangkaan air bersih,” ujar Agus Dasuki. (NAW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar